Sejarah Tradisi Ciuman Massal di Bali



Omed-omedan, Tradisi Ciuman Massal Desa Sesetan-Bali. Sahabat anehdankonyol.com Indonesia yang kaya akan keragaman budayanya sudah sepatutnya harus kita jaga dan lestarikan. Seperti halnya Tradisi unik omed-omedan  di Pulau Dewata Bali, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat Tradisi ini dapat menangkal Bahaya.

Acara ini berlangsung setelah sehari pasca Nyepi (hari Ngembak Geni) yang selalu digelar tiap tahun oleh pemuda-pemudi Banjar Kaja, Sesetan-Bali. Para peserta omed-omedan rata-rata berusia 17 hingga 30 tahun yang belum Menikah.


Sejarah dimulainya Tradisi Omed-Omedan 

Awalnya Raja Puri Oka marah besar melihat rakyatnya menggelar omed omedan (saling cium). Tak dinyana Raja yang sakit justru sembuh setelah melihat upacara hot tersebut. Kini tradisi itu dijadikan ajang mencari jodoh. Wayan Sunarya menceritakan, tradisi omed omedan itu merupakan tradisi leluhur yang sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. 

Awalnya ritual ciuman massal itu dilakukan di Puri Oka. Puri Oka merupakan sebuah kerajaan kecil pada zaman penjajahan Belanda. Ceritanya, pada suatu saat konon raja Puri Oka mengalami sakit keras. Sang raja sudah mencoba berobat ke berbagai tabib tapi tak kunjung sembuh. Pada Hari Raya Nyepi, masyarakat Puri Oka menggelar permainan omed omedan. Saking antusiasnya, suasana jadi gaduh akibat acara saling rangkul para muda mudi. 

Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar. Dengan berjalan terhuyung-huyung raja keluar dan melihat warganya yang sedang rangkul-rangkulan. Anehnya melihat adegan yang panas itu, tiba-tiba raja tak lagi merasakan sakitnya. Ajaibnya setelah itu raja kembali sehat seperti sediakala. Raja lalu mengeluarkan titah agar omed omedan harus dilaksanakan tiap Hari Raya Nyepi. 

Namun pemerintah Belanda yang waktu itu menjajah gerah dengan upacara itu. Belanda pun melarang ritual permainan muda mudi tersebut. Warga yang taat adat tidak menghiraukan larangan Belanda dan tetap menggelar omed omedan. Namun tiba-tiba ada 2 ekor babi besar berkelahi di tempat omed omedan biasa digelar. 

“Akhirnya raja dan rakyat meminta petunjuk kepada leluhur. Setelah itu omed omedan dilaksanakan kembali tapi sehari setelah Hari Raya Nyepi,” kata Wayan Sunarya. (sumber)