Syeikh Ahmad: Juru Dakwah Pedalaman yang Santun
Ahmad bin Mufti H Muhammad As’ad bin Syarifah binti Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan anak ketiga dari dua belas orang bersaudara dari seorang ibu yang bernama Hamidah yang berasal dari Desa Balimau, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Diantara saudara dan saudarinya :
H Abu Thalhah, seorang yang berilmu luas yang wafat dan dimakamkan di Timbau, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
H Abu Hamid, seorang yang sangat berilmu yang wafat dan dimakamkan di Ujung Pandaran, Sampit, Kalimantan Tengah.
H Ahmad, seorang yang berilmu mumpuni yang wafat dan dimakamkan di Balimau, Kab. HSS.
H Muhammad Arsyad, seorang berilmu dan menjadi mufti yang wafat dan dimakamkan di Pagatan, Tanah Bumbu.
H Sa’duddin, seorang yang kokoh dalam ilmunya yang wafat dan dimakamkan di Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. HSS.
Saudah
Rahmah
Sa’diyyah
Sholehah
Sunbul
Limir
Afiah Haji Ahmad mendapat pendidikan agama secara mendalam dari ayahnya, dan iapun sempat mendapat didikan langsung dari sang datuk yakni Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Ayahnya adalah seorang mufti di kerajaan Banjar, seorang ulama kharismatik yang mengamalkan ilmunya, rendah hati, pemurah, penyabar, disegani, berpantang (wara’) juga berani menegakkan kebenaran dan membasmi kebathilan.
Tak heran bila akhlak yang mulia itu terwariskan pada sang putera yang alim. Haji Ahmad juga dikenal sebagai seorang ulama yang berani, sehingga ia disegani oleh kawan maupun lawan, disayang dan dihormati oleh semua orang.
Setelah dianggap oleh ayahnya dirinya sudah sanggup untuk mengemban amanah Allah untuk melanjutkan misi Rasululullah SAW, iapun dikawinkan terlebih dahulu di Martapura kepada seorang perempuan yang salehah puteri dari seorang alim, yaitu puteri Qadhi H Mahmud bin Asiah binti Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Setelah kawin di Martapura ia mendapatkan tugas dari ayahnya untuk menyebarkan ajaran agama Islam di daerah Balimau. Dengan ilmu yang ia miliki dari hasil belajar dengan datu dan ayahnya yang berpengetahuan luas, dapatlah ia melakukan misinya sehari-hari, dengan meyakinkan masyarakat untuk hidup beragama dan mengamalkannya. Ia selalu disambut dengan sambutan positif dan selalu diikuti oleh para muridnya, khususnya masyarakat daerah Balimau.
Dari hasil perkawinannya dengan seorang perempuan salehah puteri seorang qadhi dari Martapura ia dianugerahi oleh Allah enam orang anak, empat orang putera dan dua orang puteri, diantaranya :
H Muhammad, Balimau, seorang alim yang menjadi qadhi.
Khadijah (bergelar dengan Dayang Rambai)
H Khalil
Ruqaiyah
Abu Bakar
Nur’ain
Kemudian ia kawin lagi dengan seorang perempuan salehah yang bernama Hamidah yang berasal dari Amuntai dan ia dianugerahi oleh Allah SWT tiga orang anak, dua orang puteri dan seorang putera, diantaranya :
Khadijah
Muhammad Ali
Nurjanah
Isterinya yang ketiga adalah seorang perempuan salehah yang berasal dari Desa Balimau, Kandangan dan darinya dianugerahi oleh Allah SWT lima orang anak, dua orang puteri dan tiga orang putera, diantaranya :
Sa’diyyah
Husein
Hasan
Abdullah Faqih
Mahabbah
Ahmad bin Mufti Haji Muhammad As’ad berkiprah sebagai penerus ayah dan datu nya. Dengan penuh semangat dalam membangun masyrakat untuk meningkatkan keyakinan beragama dan memantapkan pelaksanaan ajaran aganma Islam, dengan tidak mengenal lelah dan tanpa pamrih hingga akhir hayatnya.
Haji Ahmad wafat dan dimakamkan di Desa Balimau, Kecamatan Kalumpang. Makamnya terkenal dengan nama Kubah Balimau. Sering dikunjungi para penziarah yang datang dari berbagai daerah.
Makam ini termasuk dalam daftar objek wisata religius di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Konon, menurut cerita masyarakat bahwa makam Syeikh Haji Ahmad yang sekarang, yang terletak di daerah Balimau, adalah bukan tempat ia dimakamkan pertama kali, dahulunya setelah ia wafat dimakamkan disuatu tempat, namun makam tersebut tanpa diketahui telah hilang begitu saja, tapi pada suatu malam terlihat satu cahaya terang benderang dari tempat makam ia pertama dimakamkan ke tempat makamnya yang ada sekarang ini.
Juga menurut penuturan masyarakat, sebelumnya tempat dimana ia kali pertama dimakamkan telah dijadikan sarang maksiat oleh para begundal, oleh sebab itulah maka makamnya berpindah dengan sendirinya dan atas izin Allah SWT ke tempat yang lebih layak dan baik. Yang sangat disayangkan adalah bahwa kebanyakan keturunannya sampai saat ini belum terlacak seluruhnya.***
Ahmad Husaini