Empat Imam, Empat Jama'ah




Syaikh al-Qadhi Abu 'Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Lawati (704 - 779H / 1304 - 1377M) atau terkenal dengan gelaran Ibnu Battutah rahimahullah dalam catatan perjalanan beliau yang dikenali dengan "Rihlah Ibn Battutah" atau judul sebenarnya "Tuhfah an-Nuzzar fi ghara`ib al-amsar wa `aja`ib al-asfar" yang diterjemah ke dalam Bahasa Melayu oleh Ustaz Syed Nurul Akla dan Dr. Adi Setia dengan judul "Pengembaraan Ibn Battutah", pada halaman 183 - 184 di bawah subtopik "Adat yang diamalkan oleh penduduk Makkah dalam solat dan kedudukan Imam-Imam Mazhab" dinyatakan, antara lain:

Dibandingkan dengan 3 orang imam yang lain, imam Mazhab Syafi`i diberikan penghormatan untuk melakukan solat di Maqam yang mulia, yaitu Maqam al-Khalil Ibrahim AS dan di Hatim yang cantik serta khusus untuk beliau. Inilah antara adat dan kebiasaan penduduk Makkah. Imam Mazhab Syafi`e ini dilantik oleh pihak pemerintah. Kebanyakan penduduk Makkah berpegang pada mazhab ini. ............

Apabila imam Mazhab Syafi`e selesai menunaikan solat, imam Mazhab Maliki pula menunaikan solat di sebuah mihrab yang menghadap ke Rukn al-Yamani. Imam Mazhab Hanbali juga akan mendirikan solat pada waktu yang sama di satu tempat yang menghadap ke sebahagian daripada dinding Kaabah, yaitu di antara Hajar al-Aswad dengan Rukn al-Yamani.

Dan terakhir, imam Mazhab Hanafi juga menunaikan solat di satu tempat berhadapan dengan pancuran (mizab), yaitu di bawah satu ruang berpagar yang disediakan untuknya. Lilin yang diletakkan di hadapan imam-imam ini di mihrab mereka ketika mendirikan Solat Subuh, Zuhur, Asar dan Isyak.

Ketika Sholat Maghrib, mereka akan bersembahyang serentak dan setiap imam akan bersembahyang dengan pengikut-pengikutnya. Akibatnya, banyak orang yang keliru. Adakalanya seseorang yang bermazhab Maliki akan rukuk bersama-sama dengan imam Mazhab Syafi`e dan seseorang yang bermazhab Hanafi pula menurut sujud pengikut Mazhab Hanbali.

Kamu dapat melihat mereka menumpukan sepenuh perhatian kepada suara muazzin yang memperdengarkan bacaan kepada pengikutnya supaya mereka tidak lalai dan membuat kesilapan.
Begitulah keadaan sholat di Masjidil Haram yang disaksikan oleh Ibnu Battutah yang hidup pada kurun yang ke-8H. Keadaan tersebut berterusan ratusan tahun lagi sehinggalah kejatuhan Khilafah Utsmaniyyah Turki dan Hejaz .

Kenapa umat Islam pada masa tersebut dan ratusan tahun setelahnya, tidak bersholat di bawah seorang imam dalam Masjidil Haram yang mulia. Apakah karena mereka tidak bersatu dan karena mereka terlalu taksub dengan mazhab masing-masing?

Sesungguhnya justru karena mereka tidak bersikap taksub dan fanatik dengan mazhab masing-masinglah maka perkara tersebut terjadi.

Ini jelas karena setiap mazhab tidak saling menyalahkan antara sesama mereka, mereka saling hormat menghormati pendapat pihak lain selagimana ianya berdasarkan kepada ijtihad yang diterima dan mereka tidak ingin hendak meng"impose" mazhab mereka kepada orang lain.

Dan hal ini terjadi di Masjidil Haram kerana ianya adalah milik umat Islam keseluruhannya, Tanah Haram bukan milik pengikut Mazhab Syafi`e, walaupun mazhab ini adalah mazhab yang paling dominan di Hejaz.

Maka atas adab dan tasamuh yang tinggi, para penguasa Hejaz yang bermazhab Syafi`e tidak memaksa mazhab mereka kepada pengikut mazhab lain, sebaliknya setiap mazhab Ahlus Sunnah wal Jama`ah diberi ruang untuk beribadah dalam Masjidil Haram mengikut pandangan dan pegangan mazhab masing-masing.

Patutkah kita memaksa para pengikut Hanafi untuk sembahyang Asar bersama dengan kita sedangkan menurut mazhab mereka waktu Asar belum waktunya, sudah tentu tidak patut dan tidak adil bagi mereka. Yang patut dan wajar, kita biarkan mereka menunaikan sholat Asar setelah tiba waktunya menurut mereka. Sungguh keberadaan sholat 4 Imam dengan jemaah masing-masing tersebut membuktikan sikap tasamuh dan toleransi sesama umat yang tinggi, malangnya segelintir telah silap tanggapan bahwa ianya tanda umat berpecah belah.

Apakah benar, ketika itu umat Islam menjadi berpecah-belah?

Jawabannya adalah sebaliknya, karena sejarah telah membuktikan bahwa kala itu umat Islam adalah umat yang bersatu dan kuat sehingga menguasai dunia. Lain pula halnya sekarang, walaupun umat Islam bersholat di Masjidil Haram di bawah seorang imam saja yang kelihatannya nampak bersatu tetapi dalam hati mereka telah berpecah belah dengan saling salah menyalah sesama umat. Kesatuan dan perpaduan itu berakhir dengan salamnya imam... Allahu ... Allah.

Justru kekuatan umat Islam itu adalah pada keragaman pendapat yang ditangani dengan sikap tasamuh yang tinggi serta saling hormat-menghormati.
Di situlah kunci perpaduan yang sejati.

Ketahuilah bahwa Masjidil Haram itu milik seluruh umat. Mungkin sekarang sudah tidak bisa di praktekkanlagi untuk sholat dengan 4 jemaah berbeda imam tersebut dilaksanakan karena banyaknya pengunjung masjid yang bertambah, tetapi setidak-tidaknya kerajaan Saudi yang mengaku diri mereka sebagai khadam DuaTanah Haram, sepatutnya menjaga dua Tanah Haram tersebut atas nama umat Islam sekaliannya.

Mereka sepatutnya menunjukkan bahwa mereka tidak fanatik dengan mazhab mereka dengan melantik imam-imam Masjidil Haram dan Masjidin Nabawi dari kalangan 4 mazhab yang utama, di mana imam-imam tersebut diberikan tugas menjadi imam secara bergilir menurut mazhab masing-masing.

Buktikan bahwa mereka tidak fanatik dan taksub kepada mazhab mereka saja.
Semoga dengannya umat akan menjadi lebih bertasamuh dalam perkara-perkara khilafiyyah.
Mudah-mudahan keagungan Islam dan umatnya dikembalikan dan Islam terus menerajui manusia sejagat ....