Hukum Merayakan, Mengucapkan, Serta Even tertentu dalam Ulang Tahun


Tulisan ini atas permintaan seorang sahabat, dan sayangnya seorang sahabat terhadap sahabatnya, agar tak terjerumus pada api neraka. dan semoga Allah memberikan petunjuk dan hidayahnya pada kita semua dan membawa jalan yang benar. . .Aamiin.
Hukum Merayakan, Mengucapkan, Serta Even Ulang Tahun
Oleh: Akhiy Zulfan Afdhilla, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Anwar

Tradisi perayaan ulang tahun ada yang bilang sudah ada di Eropa sejak berabad-abad silam. Orang-orang pada zaman itu percaya, jika seseorang berulang tahun, setan-setan berduyun-duyun mendatanginya. Nah, untuk melindunginya dari gangguan para makhluk jahat tersebut, keluarga dan kerabat pun diundang untuk menemani, sekaligus membacakan doa dan puji-pujian bagi yang berulang tahun. Pemberian kado atau bingkisan juga dipercaya akan menciptakan suasana gembira yang akan membuat para setan berpikir ulang ketika hendak mendatangi orang yang berulang tahun. Ini memang warisan zaman kegelapan Eropa. Dan biasanya diperuntukkan untuk raja-raja saat itu.

Namun ada yang mengatakan tradisi ulang tahun itu dilakukan oleh kaum Panganisme Yunani.  Pada masa-masa awal Nasrani generasi pertama (Ahlul Kitab / kaum khawariyyun / pengikut nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta yang mungkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme(bertuhan Banyak).
Sebagai bukti bahwa ulang tahun adalah tradisi paganisme, Firaun merayakan hari lahirnya sebagaimana terdapat keterangan di dalam injil Kejadian 40:20:

Dan terjadilah pada hari ketiga, HARI KELAHIRAN Firaun, maka Firaun mengadakan perjamuan untuk semua pegawainya. Ia meninggikan kepala juru minuman dan kepala juru roti itu di tengah-tengah para pegawainya. [Injil ; Kejadian 40:20]

Pada masa Herodes acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam Injil Matius 14:6;
Tetapi pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes. (Matius14 : 6)

Dalam Injil Markus 6:21;
Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada HARI ULANG TAHUNNYA mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. (Markus 6:21)

Lihat di Bible, Matthew 14 : 6 dan Mark 6:21;
merayakan ulang tahun adalah paganisme, dan Yesus (Isa SAW) tidak melakukannya,tetapi Herodes.
  • Matthew 14:6 :"But when Herod's birthday was kept, the daughter of Herodias danced before them, and pleased Herod".
  • Mark 6:21 :"And when a convenient day was come, that Herod on his birthday made a supper to his lords, and the high captains, and the chief men of Galilee."
Namun sayang kaum nasrani pengingkari bunyi ayat kitab mereka. Sehingga mereka melakukan perayaan Natalan kelahiran Yesus. Dan Semoga Islam tidak seperti mereka.


Hukum Merayakan Ulang Tahun
hukum merayakan ultah adalah haram dan Bid'ah!.
Orang-orang Kristen setiap tahun merayakan kelahiran Yesus (Isa as) dalam Perayaan Hari Natal. Mereka juga biasa merayakan hari ulang tahun mereka dengan acara tiup lilin dan potong kue. Orang-orang Kejawen biasa merayakan Hari Weton dengan melakukan selametan. Lebih dari itu, bagi mereka Hari Weton memiliki sejumlah kekeramatan yang bertentangan dengan aqidah Islam. Dari sini kita melihat bahwa perayaan ulang tahun sedikit banyak mengandung unsur menyerupai (tasyabbuh) atau mengikuti (ittiba’) tradisi khas umat-umat non muslim. Sehingga, sebisa mungkin kita menghindarinya karena Rasulullah melarang kita untuk menyerupai dan mengikuti tradisi-tradisi khas umat non muslim  Rasulullah bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).

Allah berfirman;

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al Baqarah : 120)


وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya. 
(QS. Al-Isra’:36)

Jelas! rasul SAW. "MELARANG' mengikut-ngikuti dan menyerupai diri dengan suatu kaum, maka ia kaum itu. Namun, apakah kita kaum Panganisme?Tidak, Kita muslim. Namun akal dan aqidah kita sudah dirasuki ajarang kaum lain.nauzubillah. Tidak hanya Rasul SAW, Allah SWT pun memperingati akan tidak mengikuti suatu kaum.

Rasulullah SAW, yang lebih mengerti dan paham akan cara bersyukur tidak pernah mengajarkan pada ummatnya akan merayakan ultah tersebut. bahkan generasi-generasi terbaik (generasi Sahabat, Tabi'in, Tabi' Tabi'in) tidak pernah melakukan kegiatan ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).”
 (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.”
(Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah pernah bersabda:
"Kamu akan mengkuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk kedalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga". Para sahabat bertanya,"Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?"Rasulullah menjawab:"Siapa lagi jika bukan mereka?!".

Janganlah kita ikut-ikutan, karena tidak mengerti tentang sesuatu perkara. Latah ikut-ikutan memperingati Ulang Tahun, tanpa mengerti dari mana asal perayaan tersebut.
Ini penjelasan Nabi tentang sebagian umatnya yang akan meninggalkan tuntunan beliau dan lebih memilih tuntunan dan cara hidup diluar Islam. Termasuk juga diantaranya adalah peringatan perayaan ULTAH, meskipun ditutupi dengan label SYUKURAN, SELAMATAN atau ucapan selamat MILAD atau Met MILAD atau HBD(haapy birth day) ya! seakan-akan kelihatan lebih Islami.
Jadi bagaimana juga? cukup dengan mendoakan saudara sobat dengan "Barakallahu fi Umrik" artinya, semoga Allah memberkahi umurmu. atau doa-doa lain. Itu lebih baik dari ucapan-ucapan yang bertasyabbuh bil kuffar.

Perihal Maulid Nabi
Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias peringatan. Maksudnya? Jika kita baca buku tarikh Islam, di dalamnya terdapat catatan bahwa Sultan Shalahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan kondisi umat Islam pada saat itu. Di mana bumi Palestina dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Sultan Shalahuddin menyadari bahwa umat ini lemah dan tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa yang berhasil menguasai Palestina, lebih karena mereka sudah terkena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa menjadi seperti itu karena mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada di antara mereka yang tidak tahu menahu dengan perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Untuk menyadarkan kaum muslimin tentang pentingnya perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni tadzkirah terhadap Nabi, yang kemudian disebut-entah siapa yang memulainya-sebagai maulid nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Dengan demikian, berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mempecundangi Pasukan Salib Eropa. Jadi Maulid nabi bukan dalil dibolehkannya pesta ulang tahun.

Kembali ke pokok pembicaraan, Pesta ulang tahun bukanlah warisan Islam. Tapi warisan asing, alias ajaran di luar Islam. Lalu gimana jika kita melakukannya? Berdosakah? karena tradisi itu adalah tradisi orang-orang Eropa, yang saat itu berkembang ajaran Kristen, maka pesta ultah tentu saja merupakan tradisi kaum non-muslim. Jika kita melakukannya, maka termasuk dosa. Maulid Nabi Tidak Untuk Dirayakan Megah-Megah Laksana Hatalan Yang Merayakan Kelahiran Yesus.

Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun
Perayaan ulang tahun adalah bid'ah. Mengapa? Ada dua landasan yang diikuti oleh umat Islam: Qur'an dan sunnah Rasulullah saw. Sunnah ini kemudian terbagi atas ucapan, perbuatan, atau niat Rasulullah saw yang kemudian tidak sempat terlaksana karena beliau meninggal dunia sebelum sempat melaksanakannya.

Mengucapkan selamat ulang tahun (kata Dipo, istilah yang kemudian diarabisasikan adalah milad dan hari lahir) ini adalah salah satu hal yang tidak dituntunkan oleh teladan umat Islam, Rasulullah saw. Jika mengucapkan selamat hari lahir adalah tuntunan, Rasulullah pasti akan membiasakan hal tersebut pada umatnya. Selain itu, tradisi perayaan ulang tahun atau hari lahir ini adalah budaya kaum nonmuslim. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, seseorang yang mengikuti suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan itu. Perayaan hari lahir ini telah tercipta sejak jaman Nabi Nuh as. Salah satu anaknya kemudian mengadakan perayaan hari lahirnya. Karenanya, umat muslim yang memiliki prinsip hidup yang unik tidak diperbolehkan untuk mengikuti kaum lain, apalagi kaum kafir dan nonmuslim. Kegiatan yang mengikuti tradisi umat lain dinamakan juga tasyabbuh.

Ustad Maknun Prawiro mengatakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan kerusakan dalam agama Islam, yakni:
  • Mengikut-ikutii kaum lain
  • Pluralisme
  • Pendangkalan aqidah
Akhiy Zulfan Afdhilla ar-Raukihi menambahkan:
  • Kurangnya Ilmu Agama
  • Liberalisme
  • sekularisme
Tentu saja tak seorang pun dari kita ingin menyebabkan kerusakan dalam agama Islam bukan? Apalagi mengucapkan selamat ulang tahun saya rasa adalah hal yang sepele. Tapi, ini berkaitan dengan bid'ah, dan orang yang melakukan bid'ah tak termasuk umat Rasulullah saw yang mendapat syafaat. 

Merayakan dan mengucapkan selamat ultah juga tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabat, sehingga dilarang dalam Islam, bahkan jatuh ke dalam tasyabbuh/ menyerupai orang kafir.

dari Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka." 
[HR. Abu Daud dan Ahmad]

Hukum Merayakan Ulang Tahun Dalam Even Tertentu
Men-jailin kawan dengan "rizki" Allah
Saat ada yang ulang tahun atau teman atau keluarga atau kerabat yang ulang tahun, sudah jadi suatu tradisi atau budaya baru bagi ummat muslim di Indonesia yaitu men-jailin teman dengan melempar telor, tepung, dan rizki Allah lainnya .Pertanyaanya, Apakah mereka berhak dikatakan Pengkufur Nikmat?. Ya!, mereka kufur nikmat. Ingat! Allah tidak akan menjamin lagi rizki mereka di masa yang akan datang. Kenapa?, Aku(Allah) telah memberinya rizki pada mereka(manusia), tapi mereka malah membuat rizkiku.

Allah Berfirman:
Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian kufur kepada-Ku. (QS 2: 152)

jika kalian bersyukur kepada-Ku, maka pasti Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepada kamu sekalian. Tetapi jika kalian kufur kepada-Ku, maka ingatlah sesungguhnya azab-Ku sangat dahsyat. (QS 14: 7).
Allah berfirman jika kalian kufur kepada-Ku, maka ingatlah sesungguhnya azab-Ku sangat dahsyat. Dari sini kita bisa melihat Allah akan memberikan azab yang pedih bagi mereka kufur nikmat. 
Allah SWT berfirman : 
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi makmur, rezekinya datang melimpah ruah dari setiap penjuru. Tetapi, penduduknya kufur (mengingkari) nikmat-nikmat Allah, maka Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang telah mereka perbuat. (QS 16: 112). Wallahu a'lam bis-shawab.

Hukum Merayakan Ulang Tahun Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya serta mereka yang mengikuti jejak langkahnya. Amma ba’d.

Pertanyaan.
Saya telah mengkaji makalah yang diterbitkan oleh koran Al-Madinah yang terbit pada hari Senin, tanggal 28/12/1410 H. Isinya menyebutkan bahwa saudara Jamal Muhammad Al-Qadhi, pernah menyaksikan program Abna’ Al-Islam yang disiarkan oleh televisi Saudi yang menayangkan acara yang mencakup perayaan hari kelahiran. Saudara Jamal menanyakan, apakah perayaan hari kelahiran dibolehkan Islam? dst.

Jawaban.
Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah mensyari’atkan dua hari raya bagi kaum muslimin, yang pada kedua hari tersebut mereka berkumpul untuk berdzikir dan shalat, yaitu hari raya ledul Fitri dan ledul Adha sebagai pengganti hari raya-hari raya jahiliyah. Di samping itu Allah pun mensyari’atkan hari raya-hari raya lainnya yang mengandung berbagai dzikir dan ibadah, seperti hari Jum’at, hari Arafah dan hari-hari tasyriq. Namun Allah tidak mensyari’atkan perayaan hari kelahiran, tidak untuk kelahiran Nabi dan tidak pula untuk yang lainnya. Bahkan dalil-dalil syar’i dari Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan bahwa perayaan-perayaan hari kelahiran merupakan bid’ah dalam agama dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nashrani dan lainnya. Maka yang wajib atas para pemeluk Islam untuk meninggalkannya, mewaspadainya, mengingkarinya terhadap yang melakukannya dan tidak menyebarkan atau menyiarkan apa-apa yang dapat mendorong pelaksanaannya atau mengesankan pembolehannya baik di radio, media cetak maupun televisi, berdasarkan sabda Nabi Saw dalam sebuah hadits shahih.
“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.” [1]

Dan sabda beliau,
“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.”[2]

Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dan dianggap mu’allaq oleh Al-Bukhari namun ia menguatkannya.

Kemudian disebutkan dalam Shahih Muslim dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dalam salah satu khutbah Jum’at beliau mengatakan.
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat.”[3]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna. Disebutkan pula dalam Musnad Ahmad dengan isnad jayyid dari Ibnu Umar , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, berarti ia dari golongan mereka.”[4]

Dalam Ash-Shahihain disebutkan, dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.
“Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biawak pun kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata, “Siapa lagi.”[5]

Masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini, semuanya menunjukkan kewajiban untuk waspada agar tidak menyerupai musuh-musuh Allah dalam perayaan-perayaan mereka dan lainnya. Makhluk paling mulia dan paling utama, Nabi kita Muhammad, tidak pernah merayakan hari kelahirannya semasa hidupnya, tidak pula para sahabat beliau pun, dan tidak juga para tabi’in yang mengikuti jejak langkah mereka dengan kebaikan pada tiga generasi pertama yang diutamakan. Seandainya perayaan hari kelahiran Nabi, atau lainnya, merupakan perbuatan baik, tentulah para sahabat dan tabi’in sudah lebih dulu melaksanakannya daripada kita, dan sudah barang tentu Nabi Saw mengajarkan kepada umatnya dan menganjurkan mereka merayakannya atau beliau sendiri melaksanakannya. Namun ternyata tidak demikian, maka kita pun tahu, bahwa perayaan hari kelahiran termasuk bid’ah, termasuk hal baru yang diada-adakan dalam agama yang harus ditinggalkan dan diwaspadai, sebagai pelaksanaan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian ahli ilmu menyebutkan, bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan hari kelahiran ini adalah golongan Syi’ah Fathimiyah pada abad keempat, kemudian diikuti oleh sebagian orang yang berafiliasi kepada As-Sunnah karena tidak tahu dan karena meniru mereka, atau meniru kaum Yahudi dan Nashrani, kemudian bid’ah ini menyebar ke masyarakat lainnya. Seharusnya para ulama kaum muslimin menjelaskan hukum Allah dalam bid’ah-bid’ah ini, mengingkarinya dan memperingatkan bahayanya, karena keberadaannya melahirkan kerusakan besar, tersebarnya bid’ah-bid’ah dan tertutupnya sunnah-sunnah. Di samping itu, terkandung tasyabbuh (penyerupaan) dengan musuh-musuh Allah dari golongan Yahudi, Nashrani dan golongan-golongan kafir lainnya yang terbiasa menyelenggarakan perayaan-perayaan semacam itu. Para ahli dahulu dan kini telah menulis dan menjelaskan hukum Allah mengenai bid’ah-bid’ah ini. Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan dan menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.

Pada kesempatan yang singkat ini, kami bermaksud mengingatkan kepada para pembaca tentang bid’ah ini agar mereka benar-benar mengetahui. Dan mengenai masalah ini telah diterbitkan tulisan yang panjang dan diedarkan melalui media cetak-media cetak lokal dan lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa wajib atas para pejabat pemerintahan kita dan kementrian penerangan secara khusus serta para penguasa di negara-negara Islam, untuk mencegah penyebaran bid’ah-bid’ah ini dan propagandanya atau penyebaran sesuatu yang mengesankan pembolehannya. Semua ini sebagai pelaksanaan perintah loyal terhadap Allah dan para hambaNya, dan sebagai pelaksanaan perintah yang diwajibkan Allah, yaitu mengingkari kemungkaran serta turut dalam memperbaiki kondisi kaum muslimin dan membersihkannya dari hal-hal yang menyelisihi syari’at yang suci. Hanya Allah lah tempat meminta dengan nama-namaNya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang luhur, semoga Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin dan menunjuki mereka agar berpegang teguh dengan KitabNya dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta waspada dari segala sesuatu yang menyelisihi keduanya. Dan semoga Allah memperbaiki para pemimpin mereka dan menunjuki mereka agar menerapkan syari’at Allah pada hamba hambaNya serta memerangi segala sesuatu yang menyelisihinya. Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas hal itu.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya

Pertanyaan [?]
Dari sini jelas bahwa hukum merayakan ultah adalah haram.
Mungkin ada pertanyaan seperti ini, “Bolehkah merayakan ulang tahun dalam arti berdoa atau mendoakan agar yang berulang tahun selamat, sehat, takwa, panjang umur, dan seterusnya. Semua itu dilakukan dengan cara dan isi doa yang syar’i, tanpa upacara tiup lilin dan sebagainya seperti cara Barat, lalu dilanjutkan acara makan-makan. Bolehkah?”

Jawabannya, berdoa dan makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang tahun, maka akan terkena hukum haram ber-tasyabbuh bil kuffar. Jadi di sini akan bertemu hukum haram dan halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan yang haram daripada yang halal sebab kaidah syara’ menyebutkan : “Idza ijtama’a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala.” Artinya, “Jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal.” (Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim).
Dengan demikian, jika merayakan ultah diartikan sebagai “berdoa dan makan-makan”, dan dilaksanakan pada hari ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar’i di atas. Akan tetapi jika dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya –wallahu a’lam bi ash shawab– menurut pemahaman kami adalah mubah secara syar’i. Sebab hal itu tidak termasuk tasyabbuh bil kuffar karena yang dilakukan pada faktanya adalah “berdoa plus makan-makan”, yang mana keduanya adalah boleh secara syar’i. Lagi pula hal itu dilakukan tidak pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal dan haram sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ultah. Wallahu a’lam.

Tanya : Bagaimana hukum yang berkaitan dengan perayaan hari ulang tahun perkawinan dan hari lahir anak-anak ?

Jawaban : Tidak pernah ada (dalam syar’iat tentang) perayaan dalam Islam kecuali hari Jum’at yang merupakan Ied (hari Raya) setiap pekan, dan hari pertama bulan Syawaal yang disebut hari Ied al-Fitr dan hari kesepuluh Dzulhijjah atau disebut Ied Al-Adhaa – atau sering disebut hari ‘ Ied Arafah – untuk orang yang berhaji di ‘Arafah dan hari Tasyriq (tanggal ke 11, 12, 13 bulan Dzul-Hijjah) yang merupakan hari ‘Ied yang menyertai hari Iedhul ‘Adhaa.

Perihal hari lahir orang-orang atau anak-anak atau hari ultah perkawinan dan semacamnya, semua ini tidak disyariatkan dalam (Islam) dan merupakan bid’ah yang sesat. (Syaikh Muhammad Salih Al ‘ Utsaimin)
__________

Foote Note

  • [1]. Muttafaq ‘Alaih: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697). Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718).
  • [2]. Al-Bukhari menganggapnya mu’allaq dalam Al-Buyu’ dan Al-I’tisham. Imam Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
  • [3]. HR. Muslim dalam Al-Jumu’ah (867).
  • [4]. HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5093, 5094, 5634).
  • [5]. HR. AI-Bukhari dalam Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah (7320). Muslim dalam Al-Ilm (2669).
  • [Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 4.hal.81]

Al-Bid’u wal-Muhdatsaat wa maa laa Asla Lahu- Halaman 224; Fataawa fadhilatusy-Syaikh Muhammad As-Saalih Al-’Utsaimin- Jilid 2, Halaman 302.

(Diterjemahkan dari tulisan Syaikh Muhammad As-Saalih Al-’Utsaimin, url sumber http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0010428_1.htm oleh tim Salafy.or.id)

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
_____________________________________________________
Akhiy Zulfan Afdhilla Ar-Raukihi