Sekelumit Tentang Ritual dan Kepercayaan Jawa


Kepercayaan Jawa didasarkan atas pandangan dunia Jawa yaitu keseluruhan keyakinan deskriptip orang Jawa tentang realitas sejauh mana merupakan suatu kesatuan dari padanya manusia memberi struktur yang bermakna kepada pengalamannya.
Magnis Suseno membedakan 4 unsur pandangan dunia Jawa yang berhubungan dengan yang Illahi atau Adikodrati. Kesatuan dengan yang Illahi disebut Numinus yang berasal dari kata Numen artinya cahaya Illahi atau Adikodrati.Kesatuan Numinus menunjuk pada suatu keadaan jiwa (state of mind) yang mampu menghubungkan realitas dengan gejala-gejala Adikodrati yang dialami dengan perasaan penuh misteri, kekaguman, takut dan cinta.
Unsur pertama adalah kesatuan numinus antara alam, masyarakat dan alam adikodrati. Orang Jawa, terutama petani di pedesaan dalam melakukan pekerjaannya sebagai petani mengenal irama alam seperti pergantian siang dan malam, musim hujan dan musim kering yang menentukan hasil pertaniannya. Mereka percaya ada suatu kekuatan gaib yang mengendalikan alam, kekuatan ini muncul secara jelas pada saat-saat terjadinya bencana. Orang Jawa dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakatnya. Masyarakat terwujud pertama-tama dalam lingkungan keluarga, kemudian tetangga, keluarga yang lebih luas dan akhirnya masyarakat seluruh desanya. Dalam lingkungan keluarga inilah setiap individu menemukan identitasnya dan merasa aman. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Revianto Budi Santosa,2000 bahwa orang Jawa begitu keluar dari rumah dan keluarganya maka dia akan merasakan ketidak pastian dan kemungkinan berhadapan dengan halangan. Dengan ”berada dijalan” seseorang berarti berada pada posisi tak menentu karena meninggalkan rumah, pijakan dirinya yang mapan baik secara sosial maupun spatial. Kesatuan numinus antara alam, keluarga dengan yang Adikodrati dicapai lewat upacara-upacara ritual. Penghormatan terhadap Dewi Sri yang dilakukan di Sentong Tengah yang terdapat pada setiap rumah petani merupakan upaya untuk memelihara keserasian dengan kekuatan gaib yang menguasai alam agar panenan berhasil.
Unsur yang kedua yaitu kesatuan numinus dengan kekuasaan. Dalam paham Jawa kekuasaan adalah ungkapan energi Illahi yang tanpa bentuk, suatu kekuatan yang berada dimana- mana. Pusat kekuatan itu ada pada raja. Konsep kerajaan jawa adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat. Lingkungan yang terdekat dengan sultan adalah keraton. Lingkaran yang kedua yang mengitari keraton adalah ibukota negara, lingkungan ketiga adalah Negaragung yang secara harafiah berarti ibukota yang besar, lingkaran terakhir adalah mancanegara atau negara asing.
Unsur ketiga adalah dasar numinus keakuan. Pada dasarnya keakuan manusia manunggal dengan dasar Illahi dari mana ia berasal, karena itu orang Jawa sepanjang hidupnya akan berusaha untuk menemukan dasar Illahi, usaha untuk mencari realitas diri ini tersirat dalam istilah manunggaling kawulo lan gusti atau mencari sangkan paraning dumadi. Pengalaman manusia Jawa dalam mencari dasar Illahi keakuannya terbentuk menjadi rasa yaitu suatu pengertian tentang asal dan tujuan segala mahluk hidup. Bagi petani pengertian rasa ini adalah suatu keadaan batin yang tenang, bebas dari ancaman atau kekacauan.
Unsur keempat adalah kepercayaan atau kesadaran akan takdir yaitu kesadaran bahwa hidup manusia sudah ditetapkan dan tidak bisa dihindari. Hidup atau mati, nasib buruk dan penyakit merupakan nasib yang tidak dapat dilawan. Menentang nasib hanya akan mengacaukan keselarasan kosmos. Setiap orang mempunyai tempat yang spesifik yang sudah ditakdirkan, tempat ini ditentukan secara jelas melalui kelahiran, kedudukan sosial dan lingkungan geografis. Pemenuhan kewajiban kehidupan yang spesifik sesuai dengan tempatnya masing-masing akan mencegah konflik, sehingga dicapai ketentraman batin dan keseimbangan dalam masyarakat serta kosmos.
Konsep di atas merupakan konsep yang mencerminkan sikap orang jawa terhadap dunia, manusia wajib memperindah dunia dengan tidak mengganggu keselarasannya

Mas Ishar